Kota Cirebon
Kota Cirebon adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Kota ini berada di pesisir Laut Jawa, di jalur pantura. Dahulu Cirebon merupakan ibu kota Kesultanan Cirebon dan Kabupaten Cirebon, namun ibu kota Kabupaten Cirebon kini telah dipindahkan ke Sumber. Cirebon menjadi pusat regional di wilayah pesisir timur Jawa Barat. Kota Cirebon terdiri atas 5 kecamatan, yang dibagi lagi atas sejumlah kelurahan.
Cirebon juga disebut dengan nama Kota Udang. Sebagai daerah pertemuan budaya Jawa dan Sunda sejak beberapa abad silam, masyarakat Cirebon biasa menggunakan dua bahasa, bahasa Sunda dan Jawa. Kota ini mempunyai luas sebesar 37,36 km² dan penduduknya berjumlah sekitar 300.000 jiwa. Kota Cirebon merupakan pusat industri rokok milik British-American Tobacco (BAT), salah satu produsen rokok putih terkemuka di dunia. Di kota Cirebon terdapat empat kesultanan, yaitu Kasepuhan, Kanoman, Kacirebonan, dan Kaprabonan yang sampai sekarang masih bertahan.
Di daerah Gunung Sembung, Gunung Jati, sekitar 15 kilometer sebelum kota Cirebon dari arah barat, terdapat makam Sunan Gunung Jati, salah satu dari Wali Songo, yakni sembilan penyebar agama Islam di Jawa. Sejarah Kota Cirebon Menurut Manuskrip Purwaka Caruban Nagari, pada abad XIV di pantai Laut Jawa ada sebuah desa nelayan kecil bernama Muara Jati.
Cirebon juga disebut dengan nama Kota Udang. Sebagai daerah pertemuan budaya Jawa dan Sunda sejak beberapa abad silam, masyarakat Cirebon biasa menggunakan dua bahasa, bahasa Sunda dan Jawa. Kota ini mempunyai luas sebesar 37,36 km² dan penduduknya berjumlah sekitar 300.000 jiwa. Kota Cirebon merupakan pusat industri rokok milik British-American Tobacco (BAT), salah satu produsen rokok putih terkemuka di dunia. Di kota Cirebon terdapat empat kesultanan, yaitu Kasepuhan, Kanoman, Kacirebonan, dan Kaprabonan yang sampai sekarang masih bertahan.
Di daerah Gunung Sembung, Gunung Jati, sekitar 15 kilometer sebelum kota Cirebon dari arah barat, terdapat makam Sunan Gunung Jati, salah satu dari Wali Songo, yakni sembilan penyebar agama Islam di Jawa. Sejarah Kota Cirebon Menurut Manuskrip Purwaka Caruban Nagari, pada abad XIV di pantai Laut Jawa ada sebuah desa nelayan kecil bernama Muara Jati.
Pada waktu itu sudah banyak kapal asing yang datang untuk berniaga dengan penduduk setempat. Pengurus pelabuhan adalah Ki Gedeng Alang-Alang yang ditunjuk oleh penguasa Kerajaan Galuh (Padjadjaran). Dan di pelabuhan ini juga terlihat aktivitas Islam semakin berkembang. Ki Gedeng Alang-Alang memindahkan tempat pemukiman ke tempat pemukiman baru di Lemahwungkuk, 5 km arah selatan mendekati kaki bukit menuju kerajaan Galuh.
Sebagai kepala pemukiman baru diangkatlah Ki Gedeng Alang-Alang dengan gelar Kuwu Cerbon. Pada Perkembangan selanjutnya, Pangeran Walangsungsang, putra Prabu Siliwangi ditunjuk sebagai Adipati Cirebon dengan Gelar Cakrabumi. Pangeran inilah yang mendirikan Kerajaan Cirebon, diawali dengan tidak mengirimkan upeti kepada Raja Galuh. Oleh Raja Galuh dijawab dengan mengirimkan bala tentara ke Cirebon Untuk menundukkan Adipati Cirebon, namun ternyata Adipati Cirebon terlalu kuat bagi Raja Galuh sehingga ia keluar sebagai pemenang.
Sebagai kepala pemukiman baru diangkatlah Ki Gedeng Alang-Alang dengan gelar Kuwu Cerbon. Pada Perkembangan selanjutnya, Pangeran Walangsungsang, putra Prabu Siliwangi ditunjuk sebagai Adipati Cirebon dengan Gelar Cakrabumi. Pangeran inilah yang mendirikan Kerajaan Cirebon, diawali dengan tidak mengirimkan upeti kepada Raja Galuh. Oleh Raja Galuh dijawab dengan mengirimkan bala tentara ke Cirebon Untuk menundukkan Adipati Cirebon, namun ternyata Adipati Cirebon terlalu kuat bagi Raja Galuh sehingga ia keluar sebagai pemenang.
Dengan demikian berdirilah kerajaan baru di Cirebon dengan Raja bergelar Cakrabuana. Berdirinya kerajaan Cirebon menandai diawalinya Kerajaan Islam Cirebon dengan pelabuhan Muara Jati yang aktivitasnya berkembang sampai kawasan Asia Tenggara.
Kebudayaan Cirebon
KEBUDAYAAN lahir antara lain karena kreativitas manusia yang menghendaki adanya harmonisasi dalam pergaluan sosial. Namun kebudayaan bukan merupakan satu-satunya norma yang menjadi tolok ukur pergaulan sosial. Lantaran masyarakat Cirebon juga memiliki watak beragama yang relatif cukup taat, maka pesan-pesan agama pun kerap membingkai kebudayaan. Bahwa kebudayaan adalah puncak kreativitas manusia, sehingga dengannya tercipta interaksi dengan budaya (dan masyarakat) lain, fakta ini akan lebih memiliki nuansa spiritual dengan masuknya pesan-pesan ajaran agama.
Cirebon sebagai daerah pantai Utara Pulau Jawa bagian Barat dalam konteks sejarahnya terbukti mampu melahirkan kebudayaan yang berangkat dari nilai tradisi dan agama. Tak pelak kesenian yang mengiringi kebudayaan Cirebon memasukkan unsur-unsur agama di dalamnya. Dalam kaitan ini kesenian yang pada mulanya merupakan sarana dakwah agama (Islam) menjadi semacam oase di padang gurun. Betapa tidak. Syekh Syarif Hidayatullah yang juga dikenal dengan nama Sunan Gunungjati bermukim di Cirebon mengembangkan agama melalui pendekatan kultural.
Kebudayaan Cirebon yang bukan Jawa dan bukan Sunda itu akhirnya memiliki ciri khas sendiri. Yakni adanya keberanian untuk mengadopsi nilai lama dengan nilai baru (saat itu) saat agama Islam mulai diajarkan Sunan Gunungjati. Dalam pentas kesenian panggung, asimilasi budaya terlihat jelas. Nilai budaya masyarakat pantai dipadukan dengan nilai agama. Tak heran jika kenyataan ini mengundang nilai tambah yang patut disyukuri. Artinya postmodernis sudah berlangsung dalam kesenian tradisi Cirebon. Keberanian seniman tradisi memasukkan unsur baru (ajaran agama Islam) pada kesenian lokal agaknya sepadan dengan nilai posmo.
BUDAYA Cirebon yang kabarnya merupakan budaya serapan Jawa (Kerajaan Mataram) dan Sunda (Kerajaan Sunda Kalapa) itu menempati posisi unik. Dua budaya besar di pulau Jawa itu bertemu di Cirebon. Budaya serapan itu pun makin lengkap bersintesa dengan spiritualitas Islam. Inilah keberbagaian budaya Cirebon. Dan keberbagaian tadi mengisi ruang kesenian lokal. Dari sinilah kemudian muncul seniman rakyat. Seniman yang asik berkarya tanpa terpaku pada intruksi sutradara, sementara ketika tidak manggung mereka menjalani profesi kesehariannya.
Masalah yang terus mengganjal dalam perkembangan budaya Cirebon antara lain (dan ini yang terkuat) ialah keengganan para pemilik kebudayaan itu memelihara dan merasa nyaman dengan kebudayaannya. Kini generasi muda banyak berpaling ke budaya lain yang lebih instan serta kurang mampu mencintai kebudayaannya sendiri. Budaya-budaya instan lengkap dengan berbagai kemudahan dan aksesorinya memukau sejumlah anak muda. Ciri tersebut tampak pada ketidakmampuan berbahasa Cirebon, dan jika mampu itu pun hanya sebatas bahasa pergaulan yang dikenal dengan istilah bagongan. Kirik dan ketek, serta ira dan isun tanpa mengenal kosa kata halus memang masih ada dan terdengar dalam percakapan anak-anak muda. Namun sama sekali abai dengan keseniannya, dan lebih luas dengan kebudayaannya sendiri yang telah mengalami berbagai hantaman zaman. Anak-anak muda telah berpaling ke budaya pop.
Jikalau keadaan ini tidak segera dibenahi, ada kekhawatiran anak-anak muda itu akan terasing dari kebudayaannya. Dan segera setelah itu mereka akan beranggapan bahwa budaya Cirebon cukuplah diletakkan di museum, atau sekadar ada ketika dibincangkan budayawan tua di ruang seminar. Keterasingan terhadap kebudayaan sendiri pada gilirannya akan menghempas kebudayaan pada kondisi yang menguntungkan. Kebudayaan bagai sebuah nilai lama yang layak ditinggalkan lantas digantikan kebudayaan baru yang lebih mampu menawarkan subjektivitas.
Kesenian Khas Cirebon
Di Cirebon memiliki cukup banyak kesenian yang menarik dan unik yang berupa pertunjukan, tarian, music dll. Berikut ini adalah kesenian – kesenian khas Cirebon.
Tarling
Tarling merupakan kesenian khas dari wilayah pesisir timur laut Jawa Barat (Jatibarang, Indramayu-Cirebon dan sekitarnya). Bentuk kesenian ini pada dasarnya adalah pertunjukan musik, namun disertai dengan drama pendek. Nama "tarling" diambil dari singkatan dua alat musik dominan: gitar akuistik dan suling. Selain kedua instrumen ini, terdapat pula sejumlah perkusi, saron, kempul, dan gong. Awal perkembangan tarling tidak jelas. Namun demikian, pada tahun 1950-an musik serupa tarling telah disiarkan oleh RRI Cirebon dalam acara "Irama Kota Udang", dan menjadikannya popular.
Pada tahun 1960-an pertunjukan ini sudah dinamakan "tarling" dan mulai masuk unsur-unsur drama. Semenjak meluasnya popularitas dangdut pada tahun 1980-an, kesenian tarling terdesak. Ini memaksa para seniman tarling memasukkan unsur-unsur dangdut dalam pertunjukan mereka, dan hasil percampuran ini dijuluki tarling-dangdut (atau tarlingdut). Selanjutnya, akibat tuntutan konsumennya sendiri, lagu-lagu tarling di campur dengan perangkat musik elektronik sehingga terbentuk grup-grup organ tunggal tarling organ. Pada saat ini, tarling sudah sangat jarang dipertunjukkan dan tidak lagi populer. Tarling dangdut lebih tepat disebut dangdut Cirebon.
Sintren
Salah satu tradisi lama rakyat pesisiran Pantai Utara (Pantura) Jawa Barat, tepatnya di Cirebon, adalah Sintren. Kesenian ini kini menjadi sebuah pertunjukan langka bahkan di daerah kelahiran Sintren sendiri. Sintren dalam perkembangannya kini, paling-paling hanya dapat dinikmati setiap tahun sekali pada upacara-upacara kelautan selain nadran, atau pada hajatan-hajatan orang gedean.
Berdasarkan keterangan dari berbagai sumber kalangan seniman tradisi cirebon, Sintren mulai dikenal pada awal tahun 1940-an, nama sintren sendiri tidak jelas berasal dari mana, namun katanya sintren adalah nama penari yang masih gadis yang menjadi staring dalam pertunjukan ini.
Kesenian Sintren berasal dari kisah Sulandono sebagai putra Ki Baurekso hasil perkawinannya dengan Dewi Rantamsari. Raden Sulandono memadu kasih dengan Sulasih seorang putri dari Desa Kalisalak, namun hubungan asmara tersebut tidak mendapat restu dari Ki Baurekso, akhirnya R. Sulandono pergi bertapa dan Sulasih memilih menjadi penari. Meskipun demikian pertemuan di antara keduanya masih terus berlangsung melalui alam gaib.
Pertemuan tersebut diatur oleh Dewi Rantamsari yang memasukkan roh bidadari ke tubuh Sulasih, pada saat itu pula R. Sulandono yang sedang bertapa dipanggil oleh roh ibunya untuk menemui Sulasih dan terjadilah pertemuan di antara Sulasih dan R. Sulandono. Sejak saat itulah setiap diadakan pertunjukan sintren sang penari pasti dimasuki roh bidadari oleh pawangnya, dengan catatan bahwa hal tersebut dilakukan apabila sang penari masih dalam keadaan suci (perawan).
Tari Topeng
Tari topeng adalah salah satu tarian tradisional yang ada di Cirebon. Tari ini dinamakan tari topeng karena ketika beraksi sang penari memakai topeng. Konon pada awalnya, Tari Topeng diciptakan oleh sultan Cirebon yang cukup terkenal, yaitu Sunan Gunung Jati. Ketika Sunan Gunung Jati berkuasa di Cirebon, terjadilah serangan oleh Pangeran Welang dari Karawang. Pangeran ini sangat sakti karena memiliki pedang Curug Sewu.
Melihat kesaktian sang pangeran tersebut, Sunan Gunung Jati tidak bisa menandinginya walaupun telah dibantu oleh Sunan Kalijaga dan Pangeran Cakrabuana. Akhirnya sultan Cirebon memutuskan untuk melawan kesaktian Pangeran Welang itu dengan cara diplomasi kesenian.
Seni Gembyung merupakan salah satu kesenian peninggalan para wali di Cirebon. Seni ini merupakan pengembangan dari kesenian Terbang yang hidup di lingkungan pesantren. Konon seperti halnya kesenian terbang, gembyung digunakan oleh para wali yang dalam hal ini Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga sebagai media untuk menyebarkan agama Islam di Cirebon. Kesenian Gembyung ini biasa dipertunjukkan pada upacara-upacara kegiatan Agama Islam seperti peringatan Maulid Nabi, Rajaban dan Kegiatan 1 Syuro yang digelar di sekitar tempat ibadah.
Untuk pastinya kapan kesenian ini mulai berkembang di Cirebon tak ada yang tahu pasti. Yang jelas kesenian Gembyung muncul di daerah Cirebon setelah kesenian terbang hidup cukup lama di daerah tersebut.Gembyung merupakan jenis musik ensambel yang di dominasi oleh alat musik yang disebut waditra. Meskipun demikian, di lapangan ditemukan beberapa kesenian Gembyung yang tidak menggunakan waditra tarompet
Masres
Masres merupakan sandiwara tradisional yang kerap menayangkan kisah masyarakat Cirebon utamanya sejarah sejak islamisasi meruyak di pedukuhan sunyi yang kelak bernama Cirebon. Masres ini tergolong unik karena beberapa hal. Pertama, campur tangan sutradara yang tidak dominan : pemain bebas berimprovisasi sepanjang tidak membias dari inti cerita. Kedua, profesi keseharian para pemainnya yang beragam seperti tukang becak, pembantu rumah tangga, nelayan, dan petani. Ketiga, terlibatnya pelukis kanvas dengan menampilkan setting panggung untuk layar cerita berupa beberapa lukisan dengan media cat sesuai episode cerita.
Dapat dibayangkan, masres dengan jumlah pemain panggung bisa mencapai 30 orang lebih dan 20 nayaga, dua orang sinden, empat orang yang mengurus properti, dan seorang narator; ternyata juga menampilkan “perkelahian” di panggung. Perkelahian dimaksud bukan sebagai pelengkap cerita karena (mungkin saja) dalam proses islamisasi pada masanya tidak lepas dari adu kesaktian antar tokoh untuk mempertahankan eksistensi masing-masing. Maka masres menghadirkan pemain silat dengan golok di panggung. Artinya kesenian ini boleh disebut lengkap dengan segala keahlian spesifik para pemainnya. Keberadaan masres pun bermakna kekuatan sastra lisan di masyarakat tersebut.
Acara Adat Istiadat Cirebon
Nadran
Nadran, sebuah ritual persembahan nelayan atas rasa syukur kepada Tuhan. Nadran juga biasa disebut pesta laut atau syukur pesisiran. Sebuah kegiatan yang tidak hanya menampilkan karnaval kesenian tetapi juga memasukkan unsur spiritualitas agama. Hasil panen kebun dan sawah pun turut dalam karnaval. Nadran dengan kata lain merupakan pertalian manusia (nelayan) dengan alam dan Tuhan.
Nadran sebenarnya merupakan suatu tradisi hasil akulturasi budaya Islam dan Hindu yang diwariskan sejak ratusan tahun secara turun-temurun. Kata nadran sendiri, menurut sebagian masyarakat, berasal dari kata nazar yang mempunyai makna dalam agama Islam: pemenuhan janji. Adapun inti upacara nadran adalah mempersembahkan sesajen (yang merupakan ritual dalam agama Hindu untuk menghormati roh leluhurnya) kepada penguasa laut agar diberi limpahan hasil laut, sekaligus merupakan ritual tolak bala (keselamatan).
Sesajen yang diberikan, disebut ancak, yang berupa anjungan berbentuk replika perahu yang berisi kepala kerbau, kembang tujuh rupa, buah-buahan, makanan khas, dan lain sebagainya. Sebelum dilepaskan ke laut, ancak diarak terlebih dahulu mengelilingi tempat-tempat yang telah ditentukan sambil diiringi dengan berbagai suguhan seni tradisional, seperti tarling, genjring, barongsai, telik sandi, jangkungan, ataupun seni kontemporer (drumband).
Nadran atau kadang disebut labuh saji dapat juga diartikan sebagai sebuah upacara pesta laut masyarakat nelayan sebagai perwujudan ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rezeki yang diberikan-Nya lewat hasil laut yang selama ini didapat. Selain itu, dalam upacara nadran juga dilakukan permohonan agar diberi keselamatan dalam melaut, serta tangkapan hasil laut mereka berlimpah pada tahun mendatang.
Mapag Sri
Ritual mapag sri misalnya. Sesaat menjelang menanam padi di sawah, para petani mempersembahkan rasa syukur kepada Tuhan karena alam telah demikian berdamai memberikan panen. Dewi Sri sebagaimana diketahui adalah penjelmaan dewi padi yang bertugas antara lain menyuburkan tanah pertanian sehingga padi tumbuh dengan sempurna. Adaptasi budaya Hindu dengan ajaran Islam sebelum menanam padi, kini semakin jarang terlihat. Teknologi dan mesin telah menyingkirkan mapag sri.
Panjang Jimat
Panjang Jimat Tradisi Maulid Nabi di Keraton Cirebon Sejak zaman Khalifah Sholahudin Al Ayubi 1993 M, peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW atau maulid Nabi kerap di istimewakan. Tujuannya, tidak lain untuk mengenang dan selalu meneladani nabi Muhammad SAW.
Karya Seni Khas Cirebon
Batik Trusmi
Batik Trusmi Cirebon merupakan batik khas dari daerah trusmi di Cirebon. Motif mega mendung merupakan motif yang paling diminati dan paling populer.
Topeng
Topeng Cirebon adalah topeng yang terbuat dari kayu yang cukup lunak dan mudah dibentuk namun tetap dibutuhkan ketekunan, ketelitian yang tepat, serta membutuhkan waktu yang tidak sebentar dalam proses pembuatannya. Bahkan seorang pengrajin yang sudah ahli pun untuk membuat satu topeng membutuhkan waktu hingga satu hari. Kayu yang biasa digunakan adalah kayu jarang. Topeng ini biasanya digunakan untuk kesenian tari topeng Cirebon.
Lukisan Kaca
Glass Painting atau Lukisan Kaca Adalah seni melukis diatas permukaan kaca, dimana pelukis langsung melukis dipermukaan gelas/cermin atau media kaca.
Kuliner Khas Cirebon
Nasi Jamblang
Sega Jamblang atau Nasi Jamblang adalah makanan khas dari Cirebon, Jawa Barat. Nama Jamblang berasal dari nama daerah di sebelah barat kota Cirebon tempat asal pedagang makanan tersebut. Ciri khas makanan ini adalah penggunaan daun Jati sebagai bungkus nasi. Penyajian makanannya pun bersifat prasmanan.
Nasi Lengko
Nasi lengko adalah nasi putih yang dicampur dengan irisan tahu dan tempe, toge, mentimun serta kucai kemudian diberi saus kacang (seperti bumbu lotek) Bahan-bahan untuk nasi lengko juga sangat sederhana, seperti nasi putih, tempe goreng, tahu goreng, dan aneka sayuran seperti tauge, mentimun, daun kucai, bawang goreng.
Empal Gentong
Empal gentong adalah makanan khas masyarakat Cirebon, Jawa Barat. Makanan ini mirip dengan gulai (gule) dan dimasak menggunakan kayu bakar (pohon mangga) di dalam gentong (periuk tanah liat). Daging yang digunakan adalah usus, babat dan daging sapi.
Tahu Gejrot
Tahu gejrot adalah makanan khas Cirebon, Indonesia. Tahu gejrot terdiri dari tahu yang sudah digoreng kemudian dipotong agak kecil lalu dimakan dengan kuah yang bumbunya cabe, bawang merah, gula. Biasanya disajikan di layah kecil. atau coet, biasanya pedagang menjajagan dagangannya dengan menggunakan sepeda
Kerupuk Udang, Kerupuk Melarat, Kerupuk Lambak
Kerupuk Udang :
Kerupuk khas goreng yang terbuat dengan racikan udang dan ikan.
Kerupuk khas goreng yang terbuat dengan racikan udang dan ikan.
Kerupuk Melarat :
Kerupuk yang warna warni terbuat dari aci yang digoreng menggunakan pasir.
Kerupuk yang warna warni terbuat dari aci yang digoreng menggunakan pasir.
Kerupuk Lambak / Kerupuk Kulit:
Kerupuk yang berwarna coklat kehitaman (warna kulit) terbuat dari kulit kerbau pilihan.
Kerupuk yang berwarna coklat kehitaman (warna kulit) terbuat dari kulit kerbau pilihan.
Sirup Tjampolay
Sirup tjampolay adalah sirup khas Cirebon yang telah diproduksi sejak tahun 1936, sirup Tjampolay terdiri dari berbagai macam rasa buah-buahan seperti melon, mangga gedong, jeruk nipis dan nanas bahkan rasa kopi moka pun ada.namun dari sekian banyak macam rasa tersebut yang menjadi favorit ialah rasa pisang susu. Karena selain rasa manisnya yang khas, warna sirupnya pun sangat menarik, yaitu merah jambu.
The Poci
Teh poci memiliki rasa yang sangat nikmat karena selain dari rasa teh yang alami, juga disuguhkan dengan menggunakan sejenis teko yang terbuat dari tanah liat (Poci), dan gula batu (bukan gula pasir). Teh ini sangat terasa nikmatnya manakala diminum pada pagi atau malam hari.
Daftar Pustaka :
0 ocehan:
Posting Komentar