STRATEGI PENYELESAIAN KONFLIK
Menurut Stevenin (2000, pp.134-135), terdapat
lima langkah meraih kedamaian dalam konflik. Apa pun sumber masalahnya, lima
langkah berikut ini bersifat mendasar dalam mengatasi kesulitan :
1. Pengenalan
Kesenjangan antara keadaan yang ada di
identifikasi dan bagaimana keadaan yang seharusnya.Satu – satunya yang menjadi perangkap adalah kesalahan dalam
mendeteksi (tidak mempedulikan masalah atau menganggap ada masalah padahal
sebenarnya tidak ada).
2. Diagnosis
Inilah langkah yang terpenting. Metode yang
benar dan telah diuji mengenai siapa, apa, mengapa, dimana, dan bagaimana
berhasil dengan sempurna. Pusatkan perhatian pada masalah utama dan bukan pada
hal-hal sepele.
3. Menyepakati suatu solusi
Kumpulkanlah masukan mengenai jalan keluar yang
memungkinkan dari orang-orang yang terlibat di dalamnya. Saringlah penyelesaian
yang tidak dapat diterapkan atau tidak praktis.Jangan sekali-kali menyelesaikan
dengan cara yang tidak terlalu baik. Carilah yang terbaik.
4. Pelaksanaan
Ingatlah bahwa akan selalu ada keuntungan dan
kerugian. Hati-hati, jangan biarkan pertimbangan ini terlalu mempengaruhi
pilihan dan arah kelompok.
5. Evaluasi
Penyelesaian itu sendiri dapat melahirkan
serangkaian masalah baru. Jika penyelesaiannya tampak tidak berhasil,
kembalilah ke langkah-langkah sebelumnya dan cobalah lagi.
Menurut Stevenin (1993 : 139-141) juga
memaparkan bahwa ketika mengalami konflik, ada hal-hal yang tidak boleh
dilakukan di tengah-tengah konflik, yaitu:
1. Jangan hanyut dalam perebutan kekuasaan dengan orang lain.
Ada pepatah dalam masyarakat yang tidak dapat
dipungkiri, bunyinya: bila wewenang bertambah maka kekuasaan pun berkurang,
demikian pula sebaiknya.
2. Jangan terlalu terpisah dari konflik.
Dinamika dan hasil konflik dapat ditangani
secara paling baik dari dalam, tanpa melibatkan pihak ketiga.
3. Jangan biarkan visi dibangun oleh konflik yang ada.
Jagalah cara pandang dengan berkonsentrasi pada
masalah-masalah penting. Masalah yang paling mendesak belum tentu merupakan
kesempatan yang terbesar.
Menurut Wijono (1993 : 42-125) strategi
mengatasi konflik, yaitu:
Strategi Mengatasi Konflik Dalam Diri Individu (Intraindividual Conflict)
1. Menciptakan kontak dan membina hubungan
2. Menumbuhkan rasa percaya dan penerimaan
3. Menumbuhkan kemampuan /kekuatan diri sendiri
4. Menentukan tujuan
5. Mencari beberapa alternative
6. Memilih alternative
7. Merencanakan pelaksanaan jalan keluar
Strategi Mengatasi Konflik Antar Pribadi (Interpersonal Conflict)
1. Strategi Kalah-Kalah (Lose-Lose
Strategy)
Beorientasi pada dua individu atau kelompok yang
sama-sama kalah. Dalam strategi kalah-kalah, konflik bisa diselesaikan dengan
cara melibatkan pihak ketiga bila perundingan mengalami jalan buntu. Maka pihak
ketiga diundang untuk campur tangan oleh pihak-pihak yang berselisih atau
barangkali bertindak atas kemauannya sendiri. Ada dua tipe utama dalam campur
tangan pihak ketiga yaitu:
a.
Arbitrasi (Arbitration)
Arbitrasi merupakan prosedur di mana pihak ketiga mendengarkan
kedua belah pihak yang berselisih, pihak ketiga bertindak sebagai hakim dan
penengah dalam menentukan penyelesaian konflik melalui suatu perjanjian yang
mengikat.
b.
Mediasi (Mediation)
Mediasi dipergunakan oleh Mediator untuk menyelesaikan konflik
tidak seperti yang diselesaikan oleh abriator, karena seorang mediator tidak
mempunyai wewenang secara langsung terhadap pihak-pihak yang bertikai dan
rekomendasi yang diberikan tidak mengikat.
2. Strategi Menang-Kalah (Win-Lose
Strategy)
Dalam strategi saya menang anda kalah (win lose strategy), menekankan adanya
salah satu pihak yang sedang konflik mengalami kekalahan tetapi yang lain
memperoleh kemenangan.Beberapa cara yang digunakan untuk menyelesaikan konflik
dengan win-lose strategy (Wijono, 1993 : 44), dapat melalui:
a.
Penarikan diri, yaitu proses penyelesaian konflik antara dua atau
lebih pihak yang kurang puas sebagai akibat dari ketergantungan tugas (task independence).
b.
Taktik-taktik penghalusan dan damai, yaitu dengan melakukan
tindakan perdamaian dengan pihak lawan untuk menghindari terjadinya konfrontasi
terhadap perbedaan dan kekaburan dalam batas-batas bidang kerja (jurisdictioanal ambiquity).
c.
Bujukan, yaitu dengan membujuk pihak lain untuk mengubah posisinya
untuk mempertimbangkan informasi-informasi faktual yang relevan dengan konflik,
karena adanya rintangan komunikasi (communication
barriers).
d.
Taktik paksaan dan penekanan, yaitu menggunakan kekuasaan formal
dengan menunjukkan kekuatan (power)
melalui sikap otoriter karena dipengaruhi oleh sifat-sifat individu (individual traits).
e.
Taktik-taktik yang berorientasi pada tawar-menawar dan pertukaran
persetujuan sehingga tercapai suatu kompromi yang dapat diterima oleh dua belah
pihak, untuk menyelesaikan konflik yang berkaitan dengan persaingan terhadap
sumber-sumber (competition for resources)
secara optimal bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
3. Strategi Menang-Menang (Win-Win
Strategy)
Penyelesaian yang
dipandang manusiawi, karena menggunakan segala pengetahuan, sikap
dan keterampilan menciptakan relasi komunikasi dan interaksi yang dapat membuat
pihak-pihak yang terlibat saling merasa aman dari ancaman, merasa dihargai,
menciptakan suasana kondusif dan memperoleh kesempatan untuk mengembangkan
potensi masing-masing dalam upaya penyelesaian konflik.
Jadi strategi ini menolong memecahkan masalah
pihak-pihak yang terlibat dalam konflik, bukan hanya sekedar memojokkan
orang.Strategi menang-menang jarang dipergunakan dalam organisasi dan industri,
tetapi ada 2 cara didalam strategi ini yang dapat dipergunakan sebagai
alternatif pemecahan konflik interpersonal yaitu:
a.
Pemecahan masalah terpadu (Integrative
Problema Solving)
Usaha untuk menyelesaikan secara mufakat atau memadukan
kebutuhan-kebutuhan kedua belah pihak.
b.
Konsultasi proses antar pihak (Inter-Party
Process Consultation)
Dalam penyelesaian melalui konsultasi proses, biasanya ditangani
oleh konsultan proses, dimana keduanya tidak mempunyai kewenangan untuk
menyelesaikan konflik dengan kekuasaan atau menghakimi salah satu atau kedua
belah pihak yang terlibat konflik.
Strategi Mengatasi Konflik Organisasi (Organizational Conflict)
1. Pendekatan Birokratis (Bureaucratic
Approach)
Konflik muncul karena adanya hubungan birokratis
yang terjadi secara vertikal dan untuk menghadapi konflik vertikal model ini,
manajer cenderung menggunakan struktur hirarki (hierarchical structure) dalam hubungannya secara otokritas. Konflik
terjadi karena pimpinan berupaya mengontrol segala aktivitas dan tindakan yang
dilakukan oleh bawahannya. Strategi untuk pemecahan masalah konflik seperti ini
biasanya dipergunakan sebagai pengganti dari peraturan-peraturan birokratis
untuk mengontrol pribadi bawahannya. Pendekatan birokratis (Bureaucratic Approach) dalam organisasi
bertujuan mengantisipasi konflik vertikal (hirarkie)
didekati dengan cara menggunakan hirarki struktural (structural hierarchical).
2. Pendekatan Intervensi Otoritatif Dalam Konflik Lateral (Authoritative Intervention in Lateral
Conflict)
Bila terjadi konflik lateral, biasanya akan
diselesaikan sendiri oleh pihak-pihak yang terlibat konflik. Kemudian jika
konflik tersebut ternyata tidak dapat diselesaikan secara konstruktif, biasanya
manajer langsung melakukan intervensi secara otoratif kedua belah pihak.
3. Pendekatan Sistem (System
Approach)
Model pendekatan perundingan menekankan pada
masalah-masalah kompetisi dan model pendekatan birokrasi menekankan pada
kesulitan-kesulitan dalam kontrol, maka pendekatan sistem (System Approach) adalah mengkoordinasikan masalah-masalah konflik
yang muncul. Pendekatan ini menekankan pada hubungan lateral dan horizontal
antara fungsi-fungsi pemasaran dengan produksi dalam suatu organisasi.
4. Reorganisasi Struktural (Structural
Reorganization)
Cara pendekatan dapat melalui mengubah sistem
untuk melihat kemungkinan terjadinya reorganisasi struktural guna meluruskan
perbedaan kepentingan dan tujuan yang hendak dicapai kedua belah pihak, seperti
membentuk wadah baru dalam organisasi non formal untuk mengatasi konflik yang
berlarut-larut sebagai akibat adanya saling ketergantungan tugas (Task Interdependence) dalam mencapai
kepentingan dan tujuan yang berbeda sehingga fungsi organisasi menjadi kabur.
FAKTOR PENYEBAB KONFLIK DAN STRATEGI
PENYELESAIAN KONFLIK
FAKTOR PENYEBAB KONFLIK
1. Perbedaan individu yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap
manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan
perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan
perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor
penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak
selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di
lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada
yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
2. Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang
berbeda.
Seseorang
sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian
kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan
menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
3. Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia
memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda.
Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok
memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal
yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda.
4. Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan
adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu
berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu
terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami
proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab
nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian
secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang
berubah itu seperti nilai kegotong royongan berganti menjadi nilai kontrak
kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya.
Hubungan kekerabatan bergeser menjadi
hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan.
Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang
pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu
yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri.
Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat
kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya
penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan
kehidupan masyarakat yang telah ada.
Asumsi setiap orang memiliki kecenderungan tertentu dalam menangani
konflik.
Terdapat 5 kecenderungan:
• Penolakan: konflik menyebabkan tidak nyaman
• Kompetisi: konflik memunculkan pemenang
• Kompromi: ada kompromi & negosiasi dalam konflik untuk meminimalisasi
kerugian
• Akomodasi: ada pengorbanan tujuan pribadi untuk mempertahankan hubungan
• Kolaborasi: mementingkan dukungan & kesadaran pihak lain untuk bekerja
bersama-sama.
STRATEGI PENYELESAIAN KONFLIK
Pendekatan
penyelesaian konflik oleh pemimpin dikategorikan dalam dua dimensi ialah
kerjasama/tidak kerjasama dan tegas/tidak tegas. Dengan menggunakan kedua macam
dimensi tersebut ada 5 macam pendekatan penyelesaian konflik ialah :
1. Kompetisi
Penyelesaian
konflik yang menggambarkan satu pihak mengalahkan atau mengorbankan yang lain.
Penyelesaian bentuk kompetisi dikenal dengan istilah (win-lose orientation).
2. Akomodasi
Penyelesaian
konflik yang menggambarkan kompetisi bayangan cermin yang memberikan
keseluruhannya penyelesaian pada pihak lain tanpa ada usaha memperjuangkan
tujuannya sendiri. Proses tersebut adalah taktik perdamaian.
3. Sharing
Suatu
pendekatan penyelesaian kompromistis antara dominasi kelompok dan kelompok
damai. Satu pihak memberi dan yang lkain menerima sesuatu. Kedua kelompok
berpikiran moderat, tidak lengkap, tetapi memuaskan.
4. Kolaborasi
Bentuk
usaha penyelesaian konflik yang memuaskan kedua belah pihak. Usaha ini adalah
pendekatan pemecahan problem (Problem-Solving
Approach) yang memerlukan integrasi dari kedua pihak.
5. Penghindaran
Menyangkut
ketidakpedulian dari kedua kelompok. Keadaaan ini menggambarkan penarikan kepentingan
atau mengacuhkan kepentingan kelompok lain.
INTERAKSI WIN –WIN
Berpikir
Menang-Menang merupakan sikap hidup, suatu kerangka berpikir yang menyatakan :
“Saya dapat menang, dan demikian juga Anda, kita bisa menang”. Berpikir
Menang-Menang merupakan dasar untuk dapat hidup berdampingan dengan orang lain.
Berpikir Menang-Menang dimulai dengan kepercayaan bahwa kita adalah setara,
tidak ada yang di bawah ataupun di atas orang lain. Hidup bukanlah kompetisi.
Mungkin kita memang menjumpai bahwa dunia bisnis, sekolah, keluarga, olah raga
adalah dunia yang penuh kompetisi, tetapi sebenarnya kita sendirilah yang
menciptakan dunia kompetisi. Hidup sebenarnya adalah relasi dengan orang lain.
Berpikir Menang-Menang bukanlah berpikir tentang Menang-Kalah, Kalah-Menang,
atau pun Kalah –Kalah.
1. Win-Lose (Menang – Kalah).
Paradigma
ini mengatakan jika “saya menang, anda kalah “. Dalam gaya ini seseorang
cenderung menggunakan kekuasaan, jabatan, mandat, barang milik, atau
kepribadian untuk mendapatkan apa yang diinginkan dengan mengorbankan orang
lain. Dengan paradigma ini seseorang akan merasa berarti jika ia bisa menang
dan orang lain kalah.
Ia akan merasa terancam dan iri jika orang
lain menang sebab ia berpikir jika orang lain menang pasti dirinya kalah. Jika
menang pun sebenarnya ia diliputi rasa bersalah karena ia menganggap
kemenangannya pasti mengorbankan orang lain. Pihak yang kalah pun akan
menyimpan rasa kecewa, sakit hati, dan merasa diabaikan.
Sikap Menang-Kalah dapat muncul dalam bentuk :
- Menggunakan orang lain , baik secara emosional atau pun fisik, untuk
kepentingan diri.
- Mencoba untuk berada di atas orang lain.
- Menjelek-jelekkan orang lain supaya diri sendiri nampak baik.
- Selalu mencoba memaksakan kehendak tanpa memperhatikan perasaan orang lain.
- Iri dan dengki ketika orang lain berhasil
2. Lose-Win (Kalah – Menang).
Dalam
gaya ini seseorang tidak mempunyai tuntutan, visi, dan harapan. Ia cenderung
cepat menyenangkan atau memenuhi tuntutan orang lain. Mereka mencari kekuatan
dari popularitas atau penerimaan. Karena paradigma ini lebih mementingkan
popularitas dan penerimaan maka menang bukanlah yang utama. Akibatnya banyak
perasaan yang terpendam dan tidak terungkapkan sehingga akan menyebabkan
penyakit psikosomatik seperti sesak napas, saraf, gangguan sistem peredaran
darah yang merupakan perwujudan dari kekecewaan dan kemarahan yang mendalam.
3. Lose-Lose (Kalah – Kalah)
Biasanya
terjadi jika orang yang bertemu sama-sama punya paradigma Menang-Kalah. Karena
keduanya tidak bisa bernegosiasi secara sehat, maka mereka berprinsip jika
tidak ada yang menang , lebih baik semuanya kalah. Mereka berpusat pada musuh,
yang ada hanya perasaan dendam tanpa menyadari jika orang lain kalah dan
dirinya kalah sama saja dengan bunuh diri.
4. Win (Menang)
Orang
bermentalitas menang tidak harus menginginkan orang lain kalah. Yang penting
adalah mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan. Orang bermentalitas menang
menjadi egois dan akan mencapai tujuannya sendiri. Jika hal ini menjadi pola
hidupnya maka ia tidak akan bisa akrab dengan orang lain, merasa kesepian, dan
sulit kerja sama dalam tim.
5. Win-Win (Menang-Menang)
Menang-Menang
adalah kerangka pikiran dan hati yang terus menerus mencari keuntungan bersama
dalam semua interaksi. Menang-Menang berarti mengusahakan semua pihak merasa
senang dan puas dengan pemecahan masalah atau keputusan yang diambil. Paradigma
ini memandang kehidupan sebagai arena kerja sama bukan persaingan. Paradigma
ini akan menimbulkan kepuasan pada kedua belah pihak dan akan meningkatkan
kerja sama kreatif.
Sumber :